
Oleh: Eduardus Jemahu, S.Pd.,Gr
Guru Matematika di SMA Negeri Kelubagolit
Tulisan ini pernah diikut sertakan dalam perlombaan menulis esai guru dalam rangka memperingati Hardiknas tahun 2025 tingkat Kabupaten Flores Timur
Literasi memegang peranan penting dalam dunia pendidikan. Literasi tidak hanya menjadi tolok ukur kualitas pendidikan, tetapi juga mencerminkan kemajuan suatu bangsa. Literasi menjadi esensi dari upaya menciptakan masyarakat yang cerdas, berbudaya dan berdaya saing tinggi (Malik & Maemunah, 2020).
Perkembangan informasi dan teknologi di era modern ini sangat cepat. Oleh karena itu manusia dituntut untuk memiliki kemampuan dan keterampilan literasi yang baik. Karena kemampuan literasi merupakan landasan utama bagi siswa dalam membangun karakter, berpikir kritis, serta menghadapi tantangan global.
Artikel ini akan membahas pentingnya literasi dan menyoroti kondisi lemahnya literasi di kalangan siswa, NTT secara umum dan SMA Negeri Kelubagolit secara khusus. Di akhir tulisan, saya memberikan beberapa rekomendasi sebagai solusi solusi atas permasalahan yang dihadapi.
Literasi: Fondasi Dasar Membangun Generasi Unggul
Pendidikan bertujuan membentuk kualitas sumber daya manusia yang unggul. Dan jalan untuk mewujudkan misi tersebut adalah melalui literasi. Literasi adalah fondasi dasar dalam menciptakan generasi unggul. Literasi diibaratkan sebagai nadi kehidupan manusia. Karena itu penting bagi setiap individu memiliki kemampuan literasi demi mengasah daya pikir, meningkatkan pemahaman, mempertajam analisis, dan mengembangkan kreativitas.
Literasi bukan hanya kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga mencakup kemampuan untuk bernalar kritis, menganalisis, memahami teks informasi dan memanfaatkannya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, meningkatkan literasi siswa menjadi hal yang sangat penting dalam menciptakan generasi unggul yang siap menghadapi tantangan global.
Menurut Kofi Annan (2005), literasi merupakan hak asasi manusia sekaligus fondasi penting bagi kemajuan individu dan masyarakat. Ia melihat literasi tidak hanya sebagai kemampuan dasar, tetapi juga sebagai jalan menuju pemberdayaan dan pembangunan yang berkelanjutan.
Senada dengan itu, Maryanne Wolf (2020), seorang ahli neurosains literasi, menyoroti tantangan literasi di era digital. Ia menulis bahwa otak manusia sedang diprogram ulang oleh teknologi, dan anak-anak perlu dilatih untuk membaca secara mendalam agar tidak kehilangan kemampuan berpikir kritis. Literasi dalam hal ini bukan hanya soal mengenal huruf, tetapi juga tentang kemampuan memahami, merefleksikan, dan menyebarkan bacaan dengan dunia nyata.
Sementara itu, Ernest Morrell (2024), seorang pakar literasi kritis, menekankan bahwa literasi kritis memberi kekuatan kepada siswa untuk mengajukan banding dan menantang status quo, serta berkontribusi pada warga yang aktif dan sadar.
Meski sangat penting, literasi masih menjadi masalah krusial dalam dunia pendidikan kita. Kemampuan literasi siswa masih memprihatinkan. Capaian kemampuan literasi siswa di Indonesia masih menjadi tantangan besar dan membutuhkan perhatian serius meskipun berbagai upaya telah dilakukan. Berdasarkan Rapor Mutu Pendidikan Indonesia tahun 2023, siswa tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) di Indonesia hanya mampu mencapai 49,29% capaian kemampuan literasi di atas standar minimum (Medcom.id, 2023).
Di Nusa Tenggara Timur (NTT), kemampuan literasi siswa juga masih tergolong rendah, khususnya pada jenjang SMA. Hal ini tercermin dari hasil Asesmen Nasional dan Rapor Mutu Sekolah yang menunjukkan bahwa sebagian besar siswa belum mencapai kemampuan literasi yang baik. Hasil Asesmen Nasional tahun 2023 menunjukkan bahwa hanya 22% siswa yang mencapai kompetensi minimum (Liputan6.com, 2024). Temuan ini sejalan dengan laporan Kompas .id (2022) yang menyebutkan bahwa banyak siswa pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) di NTT belum lancar membaca, menulis, menganalsis dan memahami teks informasi dengan baik. Bahkan menurut Ambrosius Kodo, Kepala Dinas Pendidikan NTT, kondisi ini mencerminkan lemahnya fondasi literasi siswa sejak pendidikan dasar (NTT Media Exspress, 2023).
Data dan pernyataan ini menunjukkan bahwa masalah literasi bukan hanya soal kebiasaan membaca, tetapi lebih pada kemampuan siswa untuk bernalar, berpikir kritis dan mencerna informasi dengan baik.
Potret Buram Literasi Siswa SMAN Kelubagolit
Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri Kelubagolit, sebagai salah satu lembaga pendidikan yang berada di Kabupaten Flores Timur, tidak terlepas dari permasalahan krisis literasi siswa. Hasil Asesmen Nasional pada rapor mutu sekolah 2024 menunjukkan belum adanya peningkatan nilai yang signifikan. Persentase kemampuan literasi dalam memahami, menggunakan, merefleksikan dan memancarkan beragam jenis teks (teks informasional dan fiksi) masih pada kategori sedang. Hasil Asesmen Nasional 2022 pada rapor mutu sekolah menunjukkan bahwa data nilai kemampuan literasi siswa hanya mencapai 45,45% dengan label kurang. Hasil Asesmen Nasional 2023 dan rapor mutu sekolah SMA Negeri Kelubagolit pada tahun 2024 mengalami perubahan dengan nilai prestasi naik sebesar 68,89%, naik sebesar 23,44% dari tahun sebelumnya. Namun data tersebut belum menunjukkan adanya perubahan peningkatan nilai secara signifikan dalam kemampuan literasi siswa.
Sebagai guru, saya mengamati rendahnya kemampuan literasi siswa di SMA Negeri Kelubagolit disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor pertama dan utama adalah kurangnya kemauan dan motivasi dalam diri siswa. Akibatnya, kemampuan literasi siswa yang meliputi membaca dan memahami teks sangat sulit berkembang. Ketergantungan siswa pada hand phone (HP) juga menjadi penyebab yang lain, di mana siswa lebih banyak menghabiskan waktu setelah pulang sekolah dengan bermain game, facebook dan menonton video online. Ketergantungan ini membuat siswa sulit memiliki waktu untuk membaca.
Penyebab lain adalah terbatasnya sarana dan fasilitas pendukung seperti perpustakaan sekolah dengan koleksi buku-buku bacaan yang kurang lengkap dan bervariasi. Program kegiatan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) seperti ekstrakurikuler jurnalistik dan program jumat membaca belum berjalan secara optimal. Selain itu, kualitas pengajaran yang belum optimal dan kurangnya pelatihan tentang literasi bagi guru. Banyak guru yang belum memiliki keterampilan yang cukup untuk mendorong siswa dalam mengembangkan literasi secara efektif. Kondisi ini menyebabkan siswa cenderung tidak mendapatkan perhatian untuk menguasai keterampilan membaca dan menulis dengan baik.
Di sisi lain, belum ada kebiasaan membaca di lingkungan keluarga atau di rumah juga berkontribusi dalam lemahnya kemampuan literasi anak. Hal ini terjadi karena orang tua lebih sibuk dengan pekerjaan sehari-hari sehingga tidak memiliki waktu untuk mendampingi anaknya dalam membaca. Anak pun tidak memiliki motivasi untuk membaca dan lebih memilih kegiatan lain atau menghabiskan waktu bermain bersama teman-temannya.
Tawaran Solusi
Rendahnya kemampuan literasi siswa di SMA Negeri Kelubagolit merupakan masalah serius dan mebutuhkan perhatian banyak pihak. Untuk mengatasi persoalan tersebut dibutuhkan upaya dan kerja sama dari berbagai pihak, yaitu keluarga (orang tua), sekolah dan pemerintah. Kolaborasi dari ketiga pihak ini sangat penting dalam menciptakan lingkungan yang mendukung literasi siswa secara efektif.
Pertama, peran keluarga (orang tua). Orang tua sebagai pendidik pertama dan utama, memiliki peran krusial dalam menanamkan minat baca sejak dini di lingkungan keluarga, seperti membentuk kebiasaan literasi anak, dengan cara menciptakan lingkungan membaca bersama anak di rumah. Selain itu, orang tua juga dapat mengatur penggunaan hand phone (HP) di rumah, dengan membatasi waktu anak untuk bermain HP atau menonton TV. Orang tua juga dapat mendukung literasi anak di rumah dengan cara membiasakan anak membaca buku setiap hari, menyediakan bahan bacaan yang sesuai dengan tingkat usia, hingga membuat jadwal tetap yang mencakup, jam belajar dan jam membaca yang teratur.
Kedua, peran sekolah. Sekolah sebagai lembaga pendidikan memiliki tanggung jawab besar dalam meningkatkan literasi siswa. Salah satu langkah yang dapat diambil oleh sekolah adalah menghidupkan kembali kegiatan ekstrakurikuler jurnaslistik, melanjutkan program 15 menit membaca setiap hari jumat, penerbitan mading rutin setiap bulan dan membuat pojok baca di setiap sudut kelas. Program ini bertujuan untuk melatih dan membiasakan siswa membaca secara konsisten. Sekolah juga wajib mengintegrasikan literasi ke dalam semua mata pelajaran.
Ketiga, peran pemerintah desa. Agar kemampuan literasi anak di rumah dapat berkembang dan berjalan efektif, support atau dukungan dari pemerintah desa sangat dibutuhkan melalui Peraturan Desa (Perdes) tentang jam belajar anak. Dalam peraturan desa (Perdes) tersebut, ditetapkan waktu belajar anak di rumah, misalnya pukul 19.00-20.30, di mana pada jam tersebut anak bisa gunakan waktunya untuk belajar. Anak- anak juga diimbau untuk tidak bermain di luar rumah, tidak menonton TV, dan membatasi penggunaan HP kecuali untuk belajar.
Perdes juga dapat mengatur ketertiban lingkungan, agar selama jam belajar berlangsung bisa dalam kondisi atau suasana yang nyaman. Misalnya, melarang kegiatan yang menimbulkan keributan, seperti memutar musik keras dan karaoke. Hal ini bertujuan agar anak lebih fokus belajar, tanpa terganggu oleh kebisingan dari lingkungan sekitar. Pemerintah desa perlu melakukan sosialisasi perdes ini kepada masyarakat, agar seluruh elemen masyarakat turut berkontribusi dalam menciptakan suasana desa yang ramah belajar.
Di sisi lain, pemerintah desa dapat berkontribusi dalam meningkatkan literasi siswa dengan menyediakan taman baca masyarakat (TBM) atau ruang baca sebagai sarana alternatif bagi siswa untuk mendapatkan bahan bacaan di luar jam sekolah. Keberadaan taman bacaan ini sangat penting, tidak hanya menambah pengetahuan siswa, tetapi juga menumbuhkan motivasi minat baca siswa sejak usia dini.
Keempat, pemerintah daerah. Pemerintah daerah juga memiliki peran yang sangat besar dalam mendukung literasi siswa di sekolah. Tugas pemerintah daerah adalah menjamin ketersediaan buku di setiap sekolah, baik buku cetak maupun digital, sehingga siswa bisa mengakses bahan bacaan yang berkualitas. Pemerintah juga perlu menyiapkan fasilitas belajar yang memadai, misalnya perpustakaan sekolah. Selain itu, pemerintah juga harus memastikan bahwa guru-guru mendapatkan pelatihan tentang literasi. Pelatihan ini sangat penting agar guru dapat memiliki keterampilan dan memilih metode pengajaran yang baik dan sesuai dengan kebutuhan literasi siswa. Pemerintah terus mengkampanyekan program literasi kepada semua lembaga pendidikan, seperti program GENTABELIS (Gerakan NTT Membaca dan Menulis). Agar program atau kebijakan tersebut secara konsisten diterapkan di sekolah-sekolah.
Rendahnya kemampuan literasi siswa di sekolah merupakan permasalahan yang sangat serius. Oleh karena itu, upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut memerlukan kolaborasi yang kuat antara seluruh pemangku kepentingan: sekolah, orang tua, dan pemerintah.
Kerja sama dari berbagai pihak sangat diperlukan dalam menyemai literasi siswa SMAN Kelubagolit. Dengan adanya sinergi yang harmonis seluruh pemangku kepentingan pendidikan, diharapkan capaian kemampuan literasi siswa SMAN Kelubagolit semakin meningkat demi mewujudkan generasi cerdas dan unggul.